Home » » Bagaimana Jika Isteri Sudah Tidak Perawan

Bagaimana Jika Isteri Sudah Tidak Perawan

asdasd | 08.41 | 0 komentar
Bagaimana Jika Isteri Sudah Tidak Perawan









Bagaimana Jika Isteri Sudah Tidak Perawan

Istri saya
mengakui bahwa dia pernah berzina sebelum nikah, apa yg saya harus
lakukan ustad ? Saya sakit setelah mendengar kabar ini.
Apakah
saya berhak mengambil mahar saya karena di akad nikah tertulis bahwa dia
perawan tpi ternyata tidak …mohon jawabannya ustad.
Dari Sdr. Abd
Jawaban:
Wa alaikumus salam wa rahmatullah
Pertama, islam memotivasi kepada siapapun
yang pernah melakukan dosa terkait dengan hak Allah, agar merahasiakan
dosa itu dan dia selesaikan antara dia dengan Allah. Dia bertaubat
menyesali perbuatannya, tanpa harus menceritakan dosanya kepada
siapapun. Termasuk kepada manusia terdekatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat
dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia
menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.”
(HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 3048 dan al-Baihaqi dalam Sunan as-Sughra, 2719).
Karena yang lebih penting dalam
pelanggaran ini, bagaimana dia segera bertaubat dan memperbaiki diri,
tanpa harus mempermalukan dirinya di hadapan orang lain. karena ini
justru menjadi masalah baru.
Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah
ditanya tentang suami yang menikahi gadis. Di malam pertama, ternyata
suami merasa istrinya tidak perawan. Salah satu bagian penjelasan
beliau,
فإذا ادَّعت أنَّها زالت البكارة في أمر غير
الفاحشة : فلا حرج عليه ، أو بالفاحشة ولكنها ذكرت له أنها مغصوبة ومكرهة :
فإن هذا لا يضره أيضاً ، إذا كانت قد مضى عليها حيضة بعد الحادث ، أو ذكرت
أنها تابت وندمت ، وأن هذا فعلته في حال سفهها وجهلها ثم تابت وندمت :
فإنه لا يضره ، ولا ينبغي أن يشيع ذلك ، بل ينبغي أن يستر عليها ، فإن غلب
على ظنه صدقها واستقامتها : أبقاها ، وإلا طلقها مع الستر ، وعدم إظهار ما
يسبب الفتنة والشرّ .
Jika istri mengaku bahwa keperawanannya
hilang BUKAN karena hubungan badan, maka suami tidak masalah
mempertahankan istrinya. Atau karena hubungan badan, namun sang istri
mengaku dia diperkosa atau dipaksa, maka suami tidak masalah
mempertahankan istrinya, jika istri sudah mengalami haid sekali setelah
kejadian itu sebelum dia menikah.
Atau dia mengaku telah bertaubat dan
menyesali perbuatannya, dan dia pernah melakukan zina ini ketika dia
masih bodoh, dan sekarang sudah bertaubat, tidak masalah bagi suami
untuk mempertahankannya. Dan tidak selayaknya hal itu disebar luaskan,
sebaliknya, selayaknya dirahasiakan. Jika suami yakin sang istri telah
jujur dan dia orang baik, bisa dia pertahankan. Jika tidak, suami bisa
menceraikannya dengan tetap merahasiakan apa yang dialami istrinya.
Tidak membeberkannya yang itu bisa menyebabkan terjadinya fitnah dan
keburukan.
Kedua, apabila sebelum
menikah suami mempersyaratkan istrinya harus perawan, ternyata setelah
menikah sang istri tidak perawan, maka pihak suami berhak untuk
membatalkan pernikahan.
Syaikhul Islam menjelaskan,
لو شرط أحد الزوجين في الآخر صفةً مقصودة ،
كالمال ، والجمال ، والبكارة ، ونحو ذلك : صح ذلك ، وملك المشترِط الفسخ
عند فواته في أصح الروايتين عن أحمد ، وأصح وجهي الشافعي ، وظاهر مذهب مالك
Apabila salah satu pasangan mengajukan
syarat berupa kriteria tertentu kepada calonnya, seperti suami berharta,
kecantikan, atau perawan atau semacamnya, maka syarat ini sah. Dan
pihak yang mengajukan syarat berhak membatalkan pernikahan ketika syarat
itu tidak terpenuhi, menurut riwayat yang lebih kuat dari Imam Ahmad
dan pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafii, serta itulah yang kuat dari
pendapat Imam Malik. (Majmu’ Fatawa, 29/175).
Bagaimana dengan Mahar?
Jika pembatalan nikah ini sebelum terjadi
hubungan badan, maka mahar dikembalikan. Namun jika telah terjadi
hubungan, ada rincian:
Jika yang menipu pihak wanita, dia mengaku
perawan padahal tidak perawan, maka dia wajib mengembalikan maharnya.
Jika yang menipu pihak wali, atau orang lain yang menjadi perantara
baginya, maka dia yang bertanggung jawab mengembalikan maharnya.  Ibnul
Qoyim menjelaskan,
إذا اشترط السلامة ، أو شرط الجمال : فبانت
شوهاء ، أو شرطها شابة حديثة السن : فبانت عجوزاً شمطاء ، أو شرطها بيضاء :
فبانت سوداء ، أو بكراً : فبانت ثيِّباً : فله الفسخ في ذلك كله .
فإن كان قبل الدخول : فلا مهر لها ، وإن كان
بعده : فلها المهر ، وهو غُرم على وليِّها إن كان غرَّه ، وإن كانت هي
الغارَّة سقط مهرها
Jika pihak suami mengajukan syarat, harus
sehat tidak cacat, atau harus cantik, tapi ternyata jelek, atau harus
masih muda, tapi ternyata sudah tua keriputan, atau harus putih, tapi
ternyata hitam, atau harus perawan, tapi ternyata janda, maka pihak
suami berhak membatalkan pernikahan. Jika pembatalan terjadi sebelum
hubungan badan, istri tidak berhak mendapat mahar. Jika setelah
hubungan, istri berhak mendapat mahar. Sementara tanggungan
mengembalikan mahar menjadi tanggung jawab walinya, jika dia yang menipu
suami. Namun jika istri yang menipu, gugur hak mahar untuknya (Zadul
Ma’ad, 5/163).
Ketiga, apabila sebelum
menikah, suami TIDAK mempersyaratkan istrinya harus perawan, maka dia
tidak memiliki hak untuk membatalkan akad.
Ibnul Qoyim menjelaskan kapan seorang suami berhak membatalkan akad nikah, jika sebelumnya dia tidak mempersyaratkan apapun.
رواية رويت عن عمر رضي الله عنه : لا ترد
النساء إلا من العيوب الأربعة : الجنون والجذام والبرص والداء في الفرج
وهذه الرواية لا نعلم لها إسنادا أكثر من أصبغ عن ابن وهب عن عمر… هذا كله
إذا أطلق الزوج
Satu riwayat dari Umar radhiyallahu ‘anhu:
Wanita tidak dikembalikan (ke ortunya) kecuali karena 4 jenis cacat:
gila, kusta, lepra, dan penyakit di kemaluan. Riwayat ini tidak saya
ketahui sanadnya selain dari Ashbagh, dari Ibnu Wahb, dari Umar…. aturan
ini berlaku jika pihak suami tidak mengajukan syarat apapun. (Zadul
Ma’ad, 5/163).
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
المعروف عند الفقهاء : أن الإنسان إذا تزوج
امرأة على أنها بكر ، ولم يشترط أن تكون بكراً : فإنه لا خيار له ؛ وذلك
لأن البكارة قد تزول بعبث المرأة بنفسها ، أو بقفزة قوية تُمَزِّق البكارة ،
أو بإكراه على زنا ، فما دام هذا الاحتمال وارداً : فإنه لا فسخ للرجل إذا
وجدها غير بكر. أما إذا اشترط أن تكون بكراً : فإن وجدها غير بكر : فله
الخيار
Yang makruf di kalangan ulama, bahwa
ketika seorang lelaki menikahi wanita yang dia anggap masih gadis,
sementara dia tidak mempersyaratkan harus gadis, maka pihak suami tidak
memiliki hak untuk membatalkan pernikahan. Karena kegadisannya bisa saja
hilang karena si wanita main-main dengan organ pribadinya, atau karena
dia melompat sehingga merobek keperawanannya, atau diperkosa. Selama
semua kemungkinan ini ada, pihak suami tidak berhak membatalkan
pernikahan, ketika dia menjumpai istrinya tidak perawan.
Namun jika pihak suami mempersyaratkan
harus perawan, kemudian ternyata istrinya tidak perawan, maka suami
punya pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan nikah.
(Liqa’at Bab al-Maftuh, volume 67, no. 13).
Demikian pembahasan rincian hukumnya.
Hanya saja, kami menasehatkan, agar pihak
suami tetap mempertahankan istrinya dan merahasiakan apa yang dialami
istrinya, jika dia sudah benar-benar bertaubat dengan serius dan
istiqamah menjadi wanita yang sholihah.
Dan jika anda telah menerimanya, lupakan
masa silamnya, dan tidak diungkit lagi, terutama ketika terjadi
pertengkaran rumah tangga. Dalam hadis dinyatakan,
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ، كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
“Orang yang telah bertaubat dari perbuatan dosa, layaknya orang yang tidak memiliki dosa.” (HR. Ibnu Majah 4250, al-Baihaqi dalam al-Kubro 20561, dan dihasankan al-Albani).
Karena dia sudah bertaubat dengan serius, maka dia dianggap seperti orang yang tidak pernah melakukannya.
Sekalipun suami merasa sedih atau bahkan
murka, namun ingat, semuanya tidak akan disia-siakan oleh Allah.
Kesabarannya atas kesedihannya atau amarahnya akan menghapuskan dosanya.

http://oasemuslim.com/jika-istri-pernah-perzina/
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Toko Tensai | Agamweb | Sewa Web Indo
Copyright © 2014. Bangkit Wibisono - All Rights Reserved
Situs Resmi Bangkit Wibisono
Didukung Oleh Morosakato